Rabu, 28 Oktober 2009

Tulisan (TIPE KEPUTUSAN MANAJEMEN)

TIPE KEPUTUSAN MANAJEMEN

Pengambilan keputusan ( Decision making) : adalah tindakan manajemen dalam pemilihan alternative untuk mencapai sasaran.
Keputusan dibagi dalam 3 tipe :
1.Keputusan terprogram/keputusan terstruktur : keputusan yg berulang2 dan rutin, sehingga dapt diprogram. Keputusan terstruktur terjadi dan dilakukan terutama pd manjemen tkt bawah. Co:/ keputusan pemesanan barang, keputusan penagihan piutang,dll.

2.Keputusan setengah terprogram / setengah terstruktur : keputusan yg sebagian dpt diprogram, sebagian berulang-ulang dan rutin dan sebagian tdk terstruktur. Keputusan ini seringnya bersifat rumit dan membutuhkan perhitungan2 serta analisis yg terperinci. Co:/ Keputusan membeli sistem komputer yg lebih canggih, keputusan alokasi dana promosi.

3.Keputusan tidak terprogram/ tidak terstruktur : keputusan yg tidak terjadi berulang-ulang dan tidak selalu terjadi. Keputusan ini terjadi di manajemen tingkat atas. Informasi untuk pengambilan keputusan tdk terstruktur tdk mudah untuk didapatkan dan tdk mudah tersedia dan biasanya berasal dari lingkungan luar. Pengalaman manajer merupakan hal yg sangat penting didalam pengambilan keputusan tdk terstruktur. Keputusan untuk bergabung dengan perusahaan lain adalah contoh keputusan tdk terstruktur yg jarang terjadi.

Tulisan (Tipe Informasi)

TIPE INFORMASI
Sistem informasi sekarang peranannya tidak hanya sebagai pengumpul data dan mengolahnya menjadi informasi berupa laporan-laporan keuangan saja, tetapi mempunyai peranan yg lebih penting di dalam menyediakan informasi bagi manajemen untuk fungsi-fungsi perencanaan, alokasi-alokasi sumber daya, pengukuran dan pengendalian. Laporan-laporan dari sistem informasi memberikan informasi kepada manajemen mengenai permasalahan-permasalahan yg terjadi didalam organisasi untuk menjadi bukti yg berguna didalam menentukan tindakan yg diambil. Sistem informasi menyediakan 3 macam tipe informasi :
1.Informasi pengumpulan data (Scorekeeping information) : informasi yang berupa akumulasi atau pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan. Berguna bagi manajer bawah untuk mengevaluasi kinerja personil-personilnya.
2.Informasi Pengarahan perhatian (attention directing information) : membantu manajemen memusatkan perhatian pada masalah-masalah yg menyimpang, ketidakberesan. Informasi ini membantu manajemen menengah untuk melihat penyimpangan-penyimpangan yg terjadi.
3.Informasi Pemecahan masalah (Problem Solving information) : informasi untuk membantu para manajer atas mengambil keputusan memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Problem solving biasanya dihubungkan dgn keputusan yg tidak berulang-ulang serta situasi yg membutuhkan analisis yg dilakukan oleh manajemen tingkat atas.

KARAKTERISTIK INFORMASI
Untuk mendukung keputusan yang akan dilakukan oleh manajemen, maka manajemen membutuhkan informasi yg berguna. Untuk tiap-toap tingkatan manajemen dengan kegiatan yg berbeda-beda, dibutuhkan informasi yg berbeda-beda pula, karakteristik informasi ini antara lain :
1.Kepadatan Informasi : untuk manajemen tingkat bawah, karakteristik informasinya adalah terperinci(detail) dan kurang padat, krn terutama digunakan untuk pengendalian operasi. Sedang untuk manajemen yg lebih tinggi tingkatannya, mempunyai karakteristik informasi yg semakin tersaring(terfilter), lebih ringkas dan padat.
2.Luas Informasi : manjemen bawah karakteristik inf. Adalah terfokus pada suatu masalah tertentu, krn digunakan oleh manajer bawah yg mempunyai tugas yg khusus. Untuk manajer tingkat tinggi, karakteristik informasi yg semakin luas, karena manajemen atas berhubungan dengan masalah yg luas.

3.Frekuensi informasi : Manajemen tingkat bawah frekuensi informasi yg diterimanya adalah rutin, karena digunakan oleh manajer bawah yg mempunyai tugas yg terstruktur dgn pola yg berulang-ulang dari waktu ke waktu. Manajem tingkat tinggi, frekuensi informasinya adalah tidak rutin atau adhoc (mendadak), karena manajemen atas berhubungan dengan pengambilan keputusan tdk terstruktur yg pola dan waktunya tdk jelas.
4.Waktu Informasi : Manajemen tingkat bawah, inf yg dibutuhkan adalah if historis, krn digunakan oleh manajer bawah di dalam pengendalian operasi yg memeriksa tugas-tugas rutin yg sudah terjadi. Untuk manajemen tingkat tinggi, waktu informasi lebih ke masa depan berupa informasi prediksi krn digunakan untuk pengambilan keputusan strategik yg menyangkut nilai masa depan.

5.Akses Informasi : Level bawah membutuhkan informasi yg periodenya berulang-ulang, sehingga dapat disediakan oleh bagian sistem informasi yg memberikan dalam bentuk laporan periodik. Dengan demikian akses informasi tidak dapat secara on line, tetapi dapat secara off line. Sebaliknya untuk level lebib tinggi, periode informasi yg dibutuhkan tidak jelas, sehingga manajer-manajer tingkat atas perlu disediakan akses on line untuk mengambil inf kapan pun mereka membutuhkan.

6.Sumber Informasi : Karena manajemen tingkat bawah lebih berfokus pd pengendalian internal perusahaan, maka manajer-manajer tingkat bawah lebih membutuhkan informasi dgn data yg bersumber dari internal perusahaan sendiri, tetapi manajer tingkat atas lebih berorientasi pada masalah perencanaan strategik yg berhubungan dengan lingkungan luar perusahaan, sehingga membutuhkan informasi dengan data yg bersumber pada eksternal perusahaan.

Tulisan-tulisan

KONSEP DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN

Manajemen membutuhkan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan mereka. Sistem informasi mempunyai peranan yang penting dalam menyediakan inf untuk manajemen setiap tingkatan. Tiap2 kegiatan dan keputusan manajemen yg berbeda membutuhkan informasi yang berbeda. Oleh kana itu untk dpt menyediakan informasi yg relevan dan berguna bagi manajemen, maka pengembang system informasi hrs memahami terlebih dahulu kegiatan yang dilakukan oleh manajemen dan tipe keputusannya.

TIPE KEGIATAN MANAJEMEN
Kegiatan manajemen dihubungkan dengan tingkatannya didalam organisasi dibagi menjadi 3 bagian :

1.Perencanaan strategic : merupakan kegiatan manajemen tingkat atas, sebagai proses evaluasi lingkungan luar organisasi, penerapan tujuan organisasi, dan penentuan strategi-strategi.
= Proses evaluasi lingkungan luar organisasi : Lingkungan luar dapat mempengaruhi jalannya organisasi, oleh karena itu manajemen tingkat atas hrs pandai mengevaluasinya, hrs dpt bereaksi thd kesempatan2 yg diberikan oleh lingkungan luar, misal produk baru, pasar baru. Selain itu manajemen tingkat atas hrs tanggap terhadap tekanan2 dari lingkungan luar yg merugikan organisasi dan sedapat mungkin mengubah tekanan menjadi kesempatan.
= Penetapan tujuan adalah apa yg igin dicapai oleh organisasi berdasarkan visi yg dimiliki oleh manajemen. Misalnya tujuan perusahaan adalah dlm waktu 5 thn menjadi penjual terbesar didalam industri dgn menguasai 60% pasar.
= Penentuan strategi : Manajemen tkt atas menentukan tindakan2 yg hrs dilakukan oleh organisasi dengan maksud untk mencapai tujuan2nya. Dengan strategi semua kemampuan yg berupa sumberdaya2 dikerahkan supaya tujuan organisasi dapat diraih.

2.Pengendalian manajemen : system untuk meyakinkan bahwa organisasi telah menjalankan strategi yg sudah ditetapkan secara efektif dan efisien. Ini merupakan tingkatan taktik(tactical Level), yaitu bagaimana manajemen tingkat menengah menjalankan taktik supaya perencanaan strategi dapat dilakukan dengan berhasil. Taktik yg dijalankan biasanya bersifat jangka pendek ± 1 thn.
Proses pengendalian manajemen terdiri dari : pembuatan program kerja, penyusunan anggaran, pelaksanaan dan pengukuran, pelaporan dan analisis.

3.Pengendalian operasi : Sistem untuk meyakinkan bahwa tiap-tiap tugas tertentu telah dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ini merupakan penerapan program yang telah ditetapkan di pengendalian manajemen.Pengendalian operasi dilakukan dibawah pedoman proses pengendalian manajemen dan difokuskan pada tugas2 tingkat bawah.

tulisan

Kualitas
Kualitas menurut kotler (1997,49) merupakan keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Menurut lovelock (1994) dalam Tjiptono (2001,51) ada lima perspektif yang bisa menjelaskan kualitas. Perspektif inilah yang bisa menjelaskan pengertian kualitas yang beragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan. Kelima perspektif tersebut meliputi :
1.Transcendental approach. Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit untuk didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni.
2.Product-based approach. Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.
3.User-based approach. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang dapat memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas tinggi. Perspektif yang subyektif dan demand oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakan.
4.Manufacturing-Based approach. Perspektif ini bersifat supplay- based dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan persyaratan (conformance to requirement).
5.Value-based. Approach. Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best buy).

Tulisan (Etika Bisnis)

Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1.Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masingmasing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
3. Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. 4. Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya
5. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan
Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untu menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah.

Tulisan (Etika Bisnis: Suatu Kerangka Global)

Etika Bisnis: Suatu Kerangka Global

Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination)(lihat Nofielman, ?), yang masingmasing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Suap (Bribery), adalah tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima, atau
meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang
pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. 'Pembelian' itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun 'pembayaran kembali' setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau
dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman
untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan
hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah perlakuan tidak adil
atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis, kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.

Sabtu, 17 Oktober 2009

MONEY GAMES BERMUNCULAN

KASUS 2
MONEY GAMES BERMUNCULAN
Oleh : Linda T. Silitonga
Sumber : Bisnis Indonesia (kamis, 14 September 2008)

Nama :Nurma Dwi Darmayanti
NPM : 10206707 / 4EA03

Diskusi
1.Setujukah anda dengan bisnis money game di atas. Uraikan argument anda!
Jawab :
Tidak setuju, karena bisnis ini sangat merugikan. Terlebih orang yang terjun langsung, karena mereka hanya untung di awal mereka bergabung & jika pasar telah jenuh & tidak ada lagi orang baru yang bias di rekrut, maka orang yang terakhir atau orang yang paling rendah levelnya akan rugi karma tidak mendapatkan apapun termasuk barang & komisi penjualan.
2.Evaluasilah argumen pihak yang terkait dengan bisnis ini.
Jawab :
“Depdag tidak menolerir praktik money game yang berkedok usaha penjualan langsung atau pemasaran berjenjang(multi level marketing / MLM).” Ujar Kasubdit kelembagaab dan Usaha Perdagangan Muhammad Tarigan kepada Bisnis Indonesia, kemarin.
Seharusnya :
“Depdag akan bertindak tegas & mengambil tindakan hokum bagi perusahaan yang menjalankan bisnis money game berkedok usaha penjualan langsung atau pemasaran berjenjang(multi level marketing / MLM).” Ujar Kasubdit kelembagaab dan Usaha Perdagangan Muhammad Tarigan kepada Bisnis Indonesia, kemarin.
“Setiap hari ada saja perusahaan yang menjalankan bisnis money game ke tempat kami untuk meminta izin (SIUPL), tapi kami tolak semua.” Ujar Muhammad Tarigan.
Seharusnya :
“Setiap hari ada saja perusahaan yang menjalankan bisnis money game meminta izin (SIUPL) ke tempat kami, tapi kami menolaknya.” Ujar Muhammad Tarigan.
“Yang penting banyak jumlahnya.”
Seharusnya :
“Yang saya tahu banyak jumlahnya.”
3.Evaluasilah mengapa bisnis money game bias tumbuh sbur di Indonesia?
Jawab :
Karena kurangnya pengawasan & kesungguhan dari pihak yang terkait untuk memberantas praktek ini.
Karena kurangnya kepedulian dari masyarakat & depdag
4.haruskah bisnis ini dilarang. Jelaskan argument anda dari sudut pandang ‘bisnis sebagai profesi yang luhur’
Jawab :
Harus dilarang, karena selain merugikan orang-orang yang terkait di dalam bisnis ini, bisnis semacam ini juga berdampak buruk bagi bisnis lain di Indonesia. Masyarakat akan memandang negative terhadap bisnis-bisnis lain yang tidak melakukan praktek money game, ini akan merugikan citra & kepercayaan masyarakat.
5.Bagaimana pandangan anda terhadap prinsip etika bisnis ‘what is legal is ethical.’ (Asal tidak melanggar hukum ya etis)
Jawab :
Saya tidak setuju, karena setiap kita berbisnis, segalanya harus legal & tidak melanggar hukum. Dan dengan bisnis yang beretika, kita dapat memajukan perekonomian bangsa & tidak mencoreng nama baik bangsa & negara.

Sabtu, 10 Oktober 2009

Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Minat Pemanfaatan Sistem Informasi dan Penggunaan Sistem Informasi (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur

Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Minat Pemanfaatan Sistem Informasi dan Penggunaan Sistem Informasi
(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji factor-faktor yang mempengaruhi minat pemanfaatan distem informasi dan pengaruhnya terhadap penggunaan system informasi dengan menguji model yang diajukan oleh Venkatesh et al. (2003). Data diperoleh dari persepsi individu pemakai system informasi perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Denagn menggunakan teknik regresi berganda, hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspektasi kinerja dan ekspektasi usaha dan facto social berpengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan system informasi.


PENDAHULUAN

Sistem informasi diadakan untuk menunjang aktifitas usaha di semua tingkatan organisasi. Penggunaan Si mencakup sampai ke tingkat operasional untuk meningkatkan kualitas produk serta produktifitas operasi. Sistem informasi juga berperan dalam bidang akuntansi.. statement of Financial Accounting Standard Board mendefinisikan akuntansi sebagai sistem informasi. Standar akuntansi keuangan tersebut juga menyebutkan bahwa tujuan utama akuntansi adalah untuk menyediakan informasi bagi pengambil keputusan. System informasi akan memberikan kemudahan bagi para akuntan manajemen untuk menghasilkan informasi keuangan yang dapat dipercaya, relevan, tepat waktu, dapat dipahami dan teruji sehingga akan membantu pangambilan keputusan.
Afrizon (2002) melakukan penelitian terhadap 84 manajer pada industri perbankan di Indonesia dengan hasil bahwa terdapat adanya pengaruh dan hubungan yang signifikan antara perceived usufulness dan interaksi antara norma subyektif dengan ketidak wajiban terhadap minat pemanfaatan SI. Thomson (1991) menyatakan terdapat hubungan yang positif antara factor social, affect, kesesuaian tugas, konsekuensi jangka panjang, serta hubungan negativ antara kompleksitas dan penggunaan SI. Hasil penelitian juga menunjukkan hubungan yang memfasilitasi pemakai dengan penggunaan SI.

Sistem Informasi
Theory of Reasoned Action (TRA) adalah suatu teoti yang berhubungan dengan sikap perilaku indifidu dalam melaksanakan kegiatan. Seseorang akan memanfaatkan SI dengan alas an bahwa system tersebut akan menghasilkan manfaat dari dirinya. Sheppard et al. (1988) menyatakan bahwa TRA telah digunakan untuk memprediksi suatu perilaku dalam banyak hal.

Pengaruh Ekspektasi Kinerja terhadap Minat Pemanfaatan Sistem Informasi
Ekspektasi kinerja (performance expectancy)didefinisikan sebagai tingkat demana seorang individu meyakini bahwa dengan menggunakan system akan membantu dalam meningkatkan kinerjanya. Konsep ini menggambarkan manfaat system bagi pemakainya yamg berkaitan dengan (relative advantage) (Vankatesh et al. (2003)

H1 : Ekspektasi kinerja mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan SI.

Pengaruh Ekspektasi Usaha terhadap Minat Pemanfaatan Sistem Informasi
Ekspektasi usaha (effort expectancy) merupakan tingkat kemudahan penggunaan system yang akan dapat mengurangi upaya (tenaga & waktu) individu dalam melakukan pekerjaannya. Tiga konstruk yamh membentuk konsep ini adalah kemudahan penggunaan persepsi (perceived ease of use), kemudian penggunaan (ease of use) dan kompleksitas (Venkatesh et al. 2003).

H2 : ekspektasi usaha mempunyai pengaruh positif terhadap minat pemanfaatan SI.

Pengaruh Faktor Sosial Terhadap Minat Pemanfaatan Sistem Informasi
Factor social deartikan sebagai tingkat dimana seorang individu menganggap bahwa orang lain meyakinkan dirinya bahwa dia harus menggunakan system baru.faktor social sebagai determinan langsung dari minat pemanfaataan SI adalah direpresentasikan oleh konstruk-konstruk yang terkait dalah norma subyektif factor social dan image (venkatesh et al. 2003)

H3: faktor social mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan SI.

Pengaruh Kondisi-Kondisi yang Memfasilitasi Pemakai Terhadap Penggunaan Sistem Informasi
Kondisi yang memfasilitasi penggunaan SI menurut Triandis (1980) didefinisikan sebagai “factor-faktor obyektif” yang dapat mempermudah melakukan suatu tindakan Penelitian Thomson et al, (1991) menemukan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi-kondisi yang memfasilitasi pemakai dengan penggunaan SI.

H4 : Kondisi-Kondisi yang memfasilitasi pemakai mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap penggunaan Sistem Informasi

Pengaruh Minat Pemanfaatan Sistem Informasi Terhadap Penggunaan Sistem Informasi
Triandis (1980) mengemukakan bahwa perilaku seseorang merupakan ekspresi dari keinginan atau minat seseorang (intention), dimana keinginan tersebut dipengaruhi oleh faktor0faktor social, perasaan (affect), dan konsekuensi-konsekuensi yang dirasakan (perceived consequences). Davis et al. (1989) mengemukakan bahwa adanya manfaat yang dirasakan oleh pemakai SI akan meningkatkan minat mereka untuk menggunakan SI.

H5 : minat pemanfaatan system informasi mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap penggunaan system informasi.


METODE PENELITIAN

Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta.

Data
Sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang berasal dari objek penelitian langsung, yaitu berupa kuesioner yang diberikan secara langsung kepada responden.

Variabel
Variable yang digunakan terdiri dari lima variable independen yaitu ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha, factor social, minat pemanfaatan SI, kondisi yang memfasilitasi pemanfaatan SI.
Variable dependen yang digunakan yaitu penggunaan SI dan minat pemanfaatan SI.

Metode Pengumpulan Data
Survei yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara mendatangi objek peneliti untuk mendapatkan data yang relevan berupa penyebaran kuesioner kepada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta.
Populasi dan sampel
Populasi dari penelitian ini adalah industry manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Jakarta.
Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan sampel convenience sampling.
Alat analisis yang digunakan
1. Jenis data, data kualitatif yaitu data penelitian ang bukan angka, yang sifatnya tidak dapat dihitung
2. metode statistik yang digunakan untuk mengiji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah regresi berganda dengan bantuan program SPSS 11.5.
Model persamaan redresi dalam penelitian ini adalag sebagai berikut:

Y1 = β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε (1)
Y2 = β4Y1 + β5X4 + ε (2)

Keterangan :
Y1 : Minat Pemanfaatan SI
Y2 : Penggunaan SI
X1 : Ekspektasi Kinerja
X2 : Ekspektasi Usaha
X3 : Faktor Sosial
X4 : Kondisi-kondisi yang Menpengaruhi Pemekaian
β : Koefisien Regresi
ε : Eror

HASIL PENELITIAN

Hipotesis 1 : Ekspektasi kinerja mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan SI.
Hipotesis 2 : Ekspektasi usaha mempunyai pengeruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan SI.
Hipotesis 3 : Faktor sosial mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan SI.
Hipotesis 4 : Kondisi-komdisi yang memfasilitasi pemakai mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap penggunaan SI.
Hipotesis 5 : Minat pemenfaatan SI mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap penggunaan SI.


































TUGAS RISET PEMASARAN





Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Minat Pemanfaatan Sistem Informasi dan Penggunaan Sistem Informasi
(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta)






NAMA KELOMPOK :



1.MEYTI MELANTIKA ( 10206613) 4EA03

2.NURMA DWI D. ( 10206707) 4EA03






















UNIVERSITAS GUNADARMA
2009

PENGUKURAN KEPUASAN ANGGOTA KEMITRAAN TERHADAP PELAYANAN PT. X PALEMBANG

PENGUKURAN KEPUASAN ANGGOTA KEMITRAAN
TERHADAP PELAYANAN PT. X PALEMBANG
Oleh : Sindu Cahyoko


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Suatu kegiatan bisnis akan dapat berjalan dengan baik apabila kegiatan itu dapat memberikan keuntungan, tidak ada artinya semua kegiatan bisnis dilakukan kalau tidak dapat memberikan keuntungan. Keuntungan dapat diraih kalau proses pemasaran produk dapat dilakukan dengan baik, dalam arti bahwa proses pemasaran tersebut dapat mendatangkan keuntungan. Jika keadaan yang mempengaruhi bisnis berjalan dengan baik dan tidak ada perubahan yang mendasar maka proses pemasaran tentu tidak akan mengalami hambatan berarti, tetapi bila yang terjadi sebaliknya maka akan dapat sangat berat tantangan yang dihadapi.
Banyak hal yang menyebabkan seseorang enggan berusaha dibidang ayam potong secara mandiri. Antara lain dikarenakan pengetahuan tentang peternakan ayam yang tidak memadai, modal yang dibutuhkan cukup besar, kemampuan untuk memasarkan hasil yang tidak mencukupi dan lain hal. Disisi lain pemerintah menganjurkan pengusaha besar untuk mengadakan kemitraan dengan pengusaha kecil, seperti tertuang dalam keptusan bersama Mentri Negara Investasi / Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modan dan Menteri Koperasi, pengusaha kecil dan Menengah no. 22 tahun 1998 dan no. 7 tahun 1998 tentang “Pemberdayaan Usaha Kecil melalui Kemitraan dalam Rangka Penanaman Modal”.
Berdasarkan hal-hal tersebut, PT X di Palembang menggabungkan kendala yang dihadapi pengusaha kecil dan anjuran Pemerintah dengan mengadakan kemitraan di bidang ayam potong. Kemitraan yang merupakan kerjasama antara usaha kecil dan pengusaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.
Sistem kemitraan yang dipakai adalah sistem inti dan plasma. Pengusaha besar sebagai inti bertanggung jawab terhadap permodalan, tenaga ahli, dan pemasaran, sedangkan usahakecil sebagai plasma, menyediakan sebagian kecil modal usaha yaitu penyediaan kandang, tenaga kerja, penerangan, air dan lain-lain.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka perumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.Seberapa besar kesenjangan antara jasa yang diharapkan dengan jasa yang diberikan oleh perusahaan?
2.Apakah factor-faktor manajemen produksi, kualitas DOC (day old chick), hasil usaha dan harga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan?
3.Factor-faktor apa yang dominan berpengaruh terhadap kepuasan anggota kemitraan (Pelanggan)?

1.3. Perumusan Masalah
Secara spesifik, penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan sebagai berikut:
1.Untuk mengetahui besarnya kesenjangan antara harapan anggota kemitraan dengan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan.
2.Untuk mengetahui pengaruh faktor manajemen produksi, kualitas DOC (day old chick), hasil usaha dan harga terhadap kepuasan anggota kemitraan.
3.Untuk mengetahui faktor yang dominan mempengaruhi tingkat kepuasan anggota kemitraan.

1.4. Manfaat Penelitian
1.Menentukan kualitas pelayanan secara cepat
2.Dapat mempersempit kesenjangan antara harapan pelanggan dan kinerja jasa yang diterima pelanggan.


II. LANDASAN TEORI

2.1. Kualitas
Kualitas menurut kotler (1997,49) merupakan keseluruhan cirri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Menurut lovelock (1994) dalam Tjiptono (2001,51) ada lima perspektif yang bisa menjelaskan kualitas. Perspektif inilah yang bisa menjelaskan pengertian kualitas yang beragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan. Kelima perspektif tersebut meliputi :
1.Transcendental approach. Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit untuk didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni.
2.Product-based approach. Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.
3.User-based approach. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang dapat memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas tinggi. Perspektif yang subyektif dan demand oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakan.
4.Manufacturing-Based approach. Perspektif ini bersifat supplay- based dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan persyaratan (conformance to requirement).
5.Value-based. Approach. Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best buy).

2.2. Pelayanan yang berkualitas
Pelayanan yang berkualitas merupakan sesuatu yang tidak berwujud, tidak dapat
disentuh, tidak dapat dilihat dan tidak dapat dirasa (Zeithaml, 2000,2). Unsur-unsur pelayanan dan kualitas produk merupakan kombinasi yang baik dan memuaskan konsumen. Pelayanan yang berkualitas merupakan komponen yang sangat kritis terhadap persepsi konsumen (Zeithaml, 2000,18). Dalam beberapa kasus pelayanan, kualitas pelayanan merupakan elemen yang paling dominan dalam penilaian konsumen. Hal ini penting karena akan mempengaruhi keputusan mereka untuk melakukan pembelian, menentukan kepuasan dan menentukan loyalitas konsumen.

2.3. Kepuasan Konsumen
Menurut Kotler (1997), kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan yang, jika kinerja dibawah harapan, maka konsumen tidak memperoleh kepuasan. Demikian juga sebaliknya, jika kinerja memenuhi harapan, maka konsumen akan merasa puas. Suatu perusahaan dapat dikatakan sukses apabila perusahaan tersebut dapat memberikan kepuasan kepada konsumennya. Menurut crevens (1996,8), bahwa kepuasan konsumen dipengaruhi oleh: Produk atau jasa. Dalam hal ini jelas bahwa kualitas produk merupakan keunggulan yang utama.
1. Citra perusahaan atau merek
2. Nilai harga yang dihubungkan dengan nilai yang diterima oleh konsumen
3. Prestasi para karyawan
4. Keuanggulan dan kelemahan pesaing.

2.4. Kerangka Konseptual Penelitian
Kepuasan pelanggan dapat dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang terdiri dari
kualitas produk, biaya kegiatan penjualan dan kegiatan sesudah penjualan. Jasa atau pelayanan yang diharapkan oleh anggota kemitraan itu sendiri dipengaruhi
oleh komunikasi dari mulut-kemulut, kebutuhan personel, pengalaman masa lalu, penguat daya tahan jasa, janji secara eksplisit jasa, penguat yang tidak kekal, alternatif jasa yang diharapkan, penguat peranan jasa yang dirasakan sendiri oleh factor-faktor situasional. Jasa yang diterima oleh kemitraan dipengaruhi oleh penyampaian jasa, spesifikasi kualitas jasa dan komunikasi eksternal ke pelanggan.


III. METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah riset kausal dengan tujuan penelitian untuk menjelaskan hubungan antara variabel penelitian. Keadaan yang dimaksud adalah pelayanan yang diberikan PT.X kepada anggota kemitraan.

3.2. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen (Y=kepuasan konsumen) dan variabel independen (variabel tidak bebas, yang terdiri dari X1 = kualitas pelayanan yang dipengaruhi oleh, X1h = kesenjangan antara jasa yang diharapkan, dan (X1t = jasa yang diterima), kualitas Day Old Chick (X2), hasil usaha (X3) dan harfa (X4).

3.3. Batasan Operasional Variabel
Variabel kualitas pelayanan (X1) dipengaruhi oleh kesenjangan antara sub variable bebas X1h, yaitu jasa yang diharapkan oleh anggota kemitraan PT. X dengan sub variable bebas X1t jasa yang diterima oleh anggota kemitraan. Variabel kualitas pelayanan ini mempunyai indicator sebagai berikut:
1.Kunjumgan dan bimbingan teknis manajemen pemeliharaan ayam yang diberikan petugas.
2.Pengetahuan dan pengalaman petugas yang berhubungan dengan teknis manajemen pemeliharaan ayam.
3.Kecepatan petugas menanggapi keluhan.
4.Kecepatan melakukan penjualan ayam pada akhir masa pemeliharaan

3.4. Pengukuran Variabel
Pengaruh variabel dilakukan dengan kuesioner yang diberi nilai berdasarkan skala likert yang dikategorikan dalam skala odinal berbentuk verbal dalam 5 tingkat jawaban pertanyaan. Lima tingkat jawaban terhadap kuesioner adalah sebagai berikut:
1 = sangat tidak diharapkan, 2 = tidak diharapkan, 3 = Cukup
diharapkan, 4 = diharapkan, 5 = sangat diharapkan.

3.5. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus, yaitu menggali data atau keterangan dari semua anggota kemitraan PT. X yang masih aktif melakukan kegiatan pemeliharaan ayam. Teknik ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa jumlah anggota kemitraan PT. yang tidak terlalu besar, yaitu sebanyak 51 anggota.

3.6. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah dalam bentuk kuesioner. Kuesioner
dikelompokkan atas pertanyaan data responden, kelompok harapan pelanggan,

3.7. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. X, dimana perusahaan ini bergerak dibidang kemitraan pemeliharaan ayam ras. Perusahaan ini menggunakan model kemitraan dengan anggota berupa pola inti plasma, perusahaan sebagai inti dan peternak sebagai plasma.

3.8. Teknik Analisis
Metode analisis data yang digunakan adalah kuantitaif dan kualitatif yang berupa
analisis tingkat kepuasan pelanggan. Analisis ini didasarkan pada empat landasan yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, antara lain produk, kualitas pelayanan, hasil usaha dan harga.


IV. HASIL

Setelah dilakukan pengujian validitas, reliabilitas dan normalitas, maka diketahui bahwa kesemua data yang akan dianalisa untuk N = 51 adalah valid dan reliabel. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test dengan hasil distribusi variabel-variabel adalah normal.
Analisis Regresi
1.Kualitas layanan sebagai fungsi dari harapan. Persamaan regresi yang didapat adalah Y = 63,895 – 1,383X1h1 – 1,452X1h2 – 0,658 X1h3 – 1,337X1h4, mampu menjelaskan tingkat kualitas pelayanan 42,3%. Tanda negatif dari semua variabel tersebut berarti bahwa adanya kesenjangan antara harapan pelanggan dengan kinerja jasa perusahaan. Signifikansi X1h1 = 0,014, sig. X1h2 = 0,044, sig X1h3 = 0,3514, sig. X1h4 = 0,0000.
2.Kualitas layanan sebagai fungsi dari kinerja jasa. Persamaan regresi yang didapat adalah Y = -64,018 + 0,864X1t1 + 1,713X1t2 + 1,389 X1t3 + 0,668X1t4, mampu menjelaskan tingkat kualitas pelayanan 76,9%. Signifikansi X1t1 = 0,003, sig. X1t2 = 0,000, sig X1t3 = 0,001, sig. X1t4 = 0,0000.
3.Kualitas layanan sebagai fungsi dari jasa yang diterima. Persamaan regresi yang didapat adalah Y = -69,075 + 1,105X1t, mampu menjelaskan tingkat kualitas layanan 98,8%. Signifikansi 0,00
4.Kualitas pelanggan sebagai fungsi Kualitas Layanan, kualitas DOC, hasil usaha, dan harga adalah Y = -1,442 + 0,898X1 + 0,069X2 + 0,078 X3 + 0,095X4, mampu menjelaskan tingkat kepuasan pelanggan sebesar 98%. Signifikansi x1 = 0,000, sig x2 = 0,002, sig. X3 = 0,002,sig. X4 = 0,000.

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pemenfaatan Sistem Informasi dan Penggunaan Sistem Informasi

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Pemenfaatan Sistem Informasi dan Penggunaan Sistem Informasi

Tema

Pemanfaatan sistem informasi dan penggunaan sistem informasi.

Latar belakang

Sistem informasi diadakan untuk menunjang aktifitas usaha di semua tingkatan organisasi. Penggunaan Si mencakup sampai ke tingkat operasional untuk meningkatkan kualitas produk serta produktifitas operasi. Oleh karena itu SI harus dapat diterima dan di gunakan oleh seluruh karyawan dalam organisasi, sehingga investasi yang besar untuk pengadaan SI akan diimbangi pula dengan produktivitas yang besar pula. Hal tersebut menimbulkan pemikiran akan kebutuhan investasi dalam SI.

Tujuan

Untuk menguji factor-faktor yang mempengaruhi minat pemenfaatan system informasi dan pengaruhnya terhadap penggunaan system informasi dengan menggunakan model yang diajukan oleh vankatesh et al. (2003).

Metodologi penelitian

Desain penelitian ini adalah survey, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha, dan factor social terhadap minat pemanfaatan SI. Penelitian ini juga akan mengetahui pengaruh minat pemanfaatan SI dan kondisi-kondisi yang memfasilitasi terhadap penggunaan SI.
Variable yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lima variable independent yaitu ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha, factor social, minat pemenfaatan SI, kondisi yang memfasilitasi pemenfaatan SI dan dua variable dependen yaitu penggunaan SI dan minat pemanfaatan SI.
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu data penelitian yang bukan angka, yang sifatnya tidak dapat dihitung, berupainformasi atau penjelasan yang didasarkan pada pendektan teoritis dan pendekatan logis.
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang berasal langsung dari objek penelitian, yaitu berupa kuesioner yang diberikan secara langsung kepada responden.
Populasi dari penelitian ini adalah industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Metode statistic yang digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah regresi berganda (multiple regression) dengan bantuan SPSS 11.5. Model persamaan redresi dalam penelitian ini adalag sebagai berikut:

Y1 = β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε (1)
Y2 = β4Y1 + β5X4 + ε (2)
Keterangan :
Y1 : Minat Pemanfaatan SI
Y2 : Penggunaan SI
X1 : Ekspektasi Kinerja
X2 : Ekspektasi Usaha
X3 : Faktor Sosial
X4 : Kondisi-kondisi yang Menpengaruhi Pemekaian
β : Koefisien Regresi
ε : Eror

Hasil
Hipotesis 1 : Ekspektasi kinerja mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan SI.
Hipotesis 2 : Ekspektasi usaha mempunyai pengeruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan SI.
Hipotesis 3 : Faktor sosial mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap minat pemanfaatan SI.
Hipotesis 4 : Kondisi-komdisi yang memfasilitasi pemakai mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap penggunaan SI.
Hipotesis 5 : Minat pemenfaatan SI mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap penggunaan SI.

ETIKA DALAM BISNIS

ETIKA DALAM BISNIS

ANDERSON GUNTUR KOMENAUNG
Fakultas Ekonomi dan Magister Ekonomi Pembangunan
Universitas Sam Ratulangi, Manado
Email: komeguntur@yahoo.com

PENDAHULUAN

Permasalahan Etika dalam Bisnis
Beberapa hari terakhir ada dua berita yang mempertanyakan apakah etika
dan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT XXX. Kedua, obat antinyamuk merk XX yang diketahui memakai bahan pestisida berbahaya yang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus PT XXX, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pada kasus XX, meski perusahaan pembuat sudah meminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan permintaan maaf ituklise. Penarikan produk yang kandungannya bias menyebabkan kanker itu terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran. Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan melarikan diri dari tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta pembuatan terasi dengan bahan yang sudah berbelatung.
Dari kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya, bagaimana perusahaan
bersedia melakukan apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis.
Namun, belakangan beberapa akademisi dan praktisi bisnis melihat
adanya hubungan sinergis antara etika dan laba. Menurut mereka, justru di era
kompetisi yang ketat ini, reputasi baik merupakan sebuah competitive advantage
yang sulit ditiru. Berkaca pada beberapa contoh kasus itu, sudah saatnya kita merenungkan kembali cara pandang lama yang melihat etika dan bisnis sebagai dua hal berbeda. Memang beretika dalam bisnis tidak akan memberi keuntungan segera. Karena itu, para pengusaha dan praktisi bisnis harus belajar untuk berpikir jangka panjang. Peran masyarakat, terutama melalui pemerintah, badan-badan pengawasan, LSM, media, dan konsumen yang kritis amat dibutuhkan untuk membantu meningkatkan etika bisnis berbagai
perusahaan di Indonesia.

Praktik Bisnis Masih Abaikan Etika
Rukmana (2004) menilai praktik bisnis yang dijalankan selama ini masih
cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai praktik-praktik bisnis tidak terpuji atau moral hazard. Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur, korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis dan para elit politik.

PEMBAHASAN

Epistemologi Etika Bisnis
Menurut Kamus Inggris Indonesia Oleh Echols and Shadily (1992: 219), Moral = moral, akhlak, susila (su=baik, sila=dasar, susila=dasar-dasar kebaikan); Moralitas = kesusilaan; Sedangkan Etik (Ethics) = etika, tata susila. Sedangkan secara etika (ethical) diartikan pantas, layak, beradab, susila. Jadi kata moral dan etika penggunaannya sering dipertukarkan dan disinonimkan, yang sebenarnya memiliki makna dan arti berbeda. Moral dilandasi oleh etika, sehingga orang yang memiliki moral pasti dilandasi oleh etika. Demikian pula perusahaan yang memiliki etika bisnis pasti manajernya dan segenap karyawan memiliki moral yang baik.
Etika bisnis sendiri terbagi dalam:
• Normative ethics: Concerned with supplying and justifying a coherent moral
system of thinking and judging. Normative ethics seeks to uncover, develop,
and justify basic moral principles that are intended to guide behavior, actions,
and decisions (DeGeorge, 2002)
• Descriptive ethics: Is concerned with describing, characterizing, and studying
the morality of a people, a culture, or a society. It also compares and contrasts
different moral codes, systems, practices, beliefs, and values (Bunchholtz and
Rosenthal, 1998).
Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan
(rightness)” atau moralitas (kesusilaan) dari kelakuan manusia. Kata etik juga
berhubungan dengan objek kelakuan manusia di wilayah-wilayah tertentu, seperti
etika kedokteran, etika bisnis, etika profesional (advokat, akuntan) dan lain-lain. Disni
ditekankan pada etika sebagai objek perilaku manusia dalam bidang bisnis. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari
perilaku yang diterima masyarakat sebagai ”baik (good) atau buruk (bad)”. Catatan
tanda kutip pada kata-kata baik dan buruk, yang berarti menekankan bahwa penentuan baik dan buruk adalah suatu masalah selalu berubah. Akhirnya, keputusan bahwa manajer membuat tentang pertanyaan yang bekaitan dengan etika adalah keputusan secara individual, yang menimbulkan konskuensi. Keputusan ini merefleksikan banyak faktor, termasuk moral dan nilai-nilai individu dan masyarakat.
.

Etika Bisnis: Suatu Kerangka Global
Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination)(lihat Nofielman, ?), yang masingmasing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Suap (Bribery), adalah tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima, atau
meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang
pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. 'Pembelian' itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun 'pembayaran kembali' setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau
dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman
untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan
hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah perlakuan tidak adil
atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis, kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.
Pentingnya Etika dalam Dunia Bisnis
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh?. Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bias dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi.
Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga.
Perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam
sebuah bisnis. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik
lingkup makro maupun mikro, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1.Perspektif Makro. Pertumbuhan suatu negara tergantung pada market
system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada command system dalam
mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan market system
untuk dapat efektif, yaitu: (a) Hak memiliki dan mengelola properti swasta; (b)
Kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa; dan (c) Ketersediaan
informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa Jika salah satu subsistem
dalam market system melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan
mempengaruhi keseimbangan sistem dan menghambat pertumbuhan sistem secara
makro.
Pengaruh dari perilaku tidak etik pada perspektif bisnis makro :
a. Penyogokan atau suap. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya kebebasan
memilih dengan cara mempengaruhi pengambil keputusan.
b. Coercive act. Mengurangi kompetisi yang efektif antara pelaku bisnis dengan
ancaman atau memaksa untuk tidak berhubungan dengan pihak lain dalam bisnis.
c. Deceptive information
d. Pecurian dan penggelapan
e. Unfair discrimination.
2.Perspektif Bisnis Mikro. Dalam Iingkup ini perilaku etik identik dengan
kepercayaan atau trust. Dalam Iingkup mikro terdapat rantai relasi di mana supplier,
perusahaan, konsumen, karyawan saling berhubungan kegiatan bisnis yang akan
berpengaruh pada Iingkup makro. Tiap mata rantai penting dampaknya untuk selalu
menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan bisnis dapat terjaga
dengan baik. Standar moral merupakan tolok ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan
dasar kajian dalam pengambilan keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus pada
etika terapan daripada etika normatif. Dua prinsip yang dapat digunakan sebagai
acuan dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu: (1) Prinsip konsekuensi
(Principle of Consequentialist) adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi
pengambilan keputusan. Artinya keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan
konsekuensi (dampak) keputusan tersebut; (2) Prinsip tidak konsekuensi (Principle
of Nonconsequentialist) adalah terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan
sebagai petunjuk/panduan pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alas an bukan akibat, antara lain: (a) Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia yang berhubungan dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain; (b) Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu hak, kejujuran, dan kesamaan.
Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: (1) Keadilan distributive, yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban social; (2) Keadilan retributive, yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan hukuman atas kesalahan tindakan. Seseorang bertanggungjawab atas konsekuensi negatif atas tindakan yang dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain; dan (3) Keadilan kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian. Masalah terjadi apabila kompensasi tidak dapat menebus kerugian, misalnya kehilangan nyawa manusia.
Apabila moral merupakan suatu pendorong orang untuk melakukan kebaikan,
maka etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1.Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masingmasing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
3. Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. 4. Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya
5. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan
Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untu menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah.
Tiga Prinsip Universal
Kasus yang paling gampang adalah Enron, sebuah perusahaan enerji yang sangat bagus. Sebagai salah satu perusahaan yang menikmati booming industri energi di tahun 1990an, Enron sukses menyuplai energi ke pangsa pasar yang begitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Kalau dilihat dari siklus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring booming industri energi, Enron memosisikan dirinya sebagai energy merchants: membeli natural gas dengan harga murah, kemudian dikonversi dalam energi listrik, lalu dijual dengan mengambil profit yang lumayan dari markup sale of power atau biasa disebut “spark spread“.Sebagai sebuah entitas bisnis, Enron pada awalnya adalah anggota pasar yang baik, mengikuti peraturan yang ada di pasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya, Enron meninggalkan prestasi dan reputasi baik tersebut.
Sebagai perusahaan Amerika terbesar kedelapan, Enron kemudian tersungkur kolaps pada tahun 2001. Tepat satu tahun setelah California energy crisis. Seleksi alam akhirnya berlaku. Perusahaan yang bagus akan mendapat reward, sementara yang buruk
akan mendapat punishment. Termasuk juga pihak-pihak yang mendukung tercapainya hal tersebut — dalam hal ini Arthur Andersen.
Kasus Enron membuktikan bahwa pelaku bisnis yang curang akan menunggu waktu saja masuk jurang, sedangkan yang jujur tidak akan pernah hancur dan menunggu waktu saja untuk mujur. Hal ini dijastifikasi oleh hukum besi yang tidak bisa dielakkan oleh siapan karena menyangkut nasib manusia, termasuk pelakupelaku bisnis kotor atau tidak beretika yang penuh tipu-tipu yaitu, ”Hukum Sebab- Akibat”, ”Aksi-Reaksi”, dan ”Menabur-Menuai” adalah kebenaran sepanjang zaman, prinsip universal yang telah ada sejak awal sejarah. Dalam Agama Hindu rangkuman ketiga hukum besi ini tidak lain adalah ”Karma- Pahala”, di mana Karma = Sebab, Aksi, Menabur, dan Pahala = Akibat, Reaksi, Menuai. Artinya, apapun yang diperbuat oleh seseorang, kelak itulah yang Dia petik. Jika seseorang berbuat jahat terhadap orang lain, maka hasil kejahatan yang akan mereka nikmati, sebaliknya jika perbuatan baik mereka taburkan maka hasil perbuatan baik yang akan mereka tuai atau hasilkan.

P E N U T U P

Kesimpulan
1. Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan (rightness)” atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai ”baik (good” atau buruk (bad)”. Sedangkan Penentuan baik dan buruk adalah suatu masalah selalu berubah.
2. Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik.
3. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.